Analisis Dosen FEB Unismuh Makassar, Abdul Muttalib, SE, M.M.
di muat di https://porosmaju.com/2024/11/19/analisis-dosen-unismuh-kenaikan-tarif-ppn-tantangan-bagi-konsumen-dan-pelaku-usaha/
Porosmaju.com, Makassar – Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025 menuai tanggapan dari berbagai pihak, termasuk pakar ekonomi. Abdul Muthalib, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, menilai kebijakan ini akan memberikan tekanan signifikan pada konsumen dan sektor bisnis, khususnya ritel.
Dalam analisisnya, Muthalib menyoroti bahwa konsumen akan menjadi kelompok yang paling merasakan dampak langsung dari kebijakan tersebut. “PPN adalah pajak konsumsi yang dibebankan pada setiap transaksi barang dan jasa. Dengan kenaikan ini, harga barang otomatis naik, sehingga daya beli masyarakat akan terganggu. Konsumen akan lebih selektif dalam membelanjakan uang mereka,” jelasnya.
Ia juga mencatat perubahan perilaku konsumen yang semakin cenderung memilih produk dengan harga lebih murah dan ukuran lebih kecil. “Kita sudah melihat tren ini dalam beberapa tahun terakhir. Kenaikan tarif PPN akan mempercepat pergeseran tersebut, terutama di sektor kebutuhan pokok seperti air mineral. Produk dengan harga di bawah rata-rata semakin diminati,” tambah Muthalib.
Dampak ini tidak hanya dirasakan konsumen, tetapi juga memengaruhi strategi bisnis ritel. Muthalib menjelaskan bahwa pelaku usaha ritel harus beradaptasi dengan preferensi pasar yang terus berubah. “Bisnis ritel harus menyediakan produk yang lebih terjangkau dan fleksibel dalam hal ukuran. Ini adalah tantangan berat, terutama bagi ritel yang sudah tertekan oleh kondisi ekonomi saat ini,” ungkapnya.
Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa kenaikan tarif PPN merupakan mandat Undang-Undang dan telah dirancang dengan mempertimbangkan berbagai aspek ekonomi. Kebijakan ini, menurutnya, diharapkan mampu menjaga stabilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam jangka panjang.
Namun, Muthalib mengingatkan pemerintah agar tidak mengabaikan dampak jangka pendek dari kebijakan tersebut. “Kebijakan ini memang strategis untuk stabilitas fiskal, tetapi pemerintah harus terus memantau dampaknya terhadap konsumen dan pelaku usaha, khususnya sektor ritel. Langkah mitigasi sangat diperlukan untuk memastikan kebijakan ini tidak menghambat pertumbuhan ekonomi,” tutupnya.